Rabu, 15 April 2009

Catatan kritis

Catatan kritis
terhadap SK Mahkamah Agung No. 144/2007
tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan



Tidak akan ada keadilan tanpa keterbukaan. Keterbukaan adalah jiwa keadilan taji tertajam dan penjaga terkuat dalam melawan ketidakjujuran. Keterbukaan membuat hakim diadili ketika ia mengadili
( jeremy Bentham, Pemikir asal Inggris )

Prinsif Pengadilan yang terbuka merupakan salah satu prinsif pokok dalam system peradilan. Keterbukaan merupakan kunci lahirnya akuntabilitas ( pertanggungjawaban ). Melalui keterbukaan Hakim dan Pegawai Pengadilan akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Secara tradisional, wujud keterbukaan dipengadilan yaitu : ” Sidang terbuka untuk umum ” kecuali untuk peradilan kasus kesusilaan dan perkara kasus anak. Bahkan pada pembacaan putusan ”sidang terbuka untuk umum” merupakan keharusan. Kalau tidak, putusan adalah batal demi hukum ( null and void, van rechtswegenieting )

transparansi dipengadilan merupakan salah satu yang kita dambakan selama ini, karena paling tidak sebagai upaya pengontrolan kita terhadap institusi pengadilan yang bersih dari KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan mengedepankan Pengadilan yang trasparansi, tentu proses pengawasan jalannya persidangan dapat dilakukan oleh masyarakat.

Dengan dikeluarkannya keputusan ini tentu kita melihat Mahkamah Agung sebagai institusi yang konsentrasi sebagai penegakkan hukum di Indonesia tentu sudah mulai melakukan pembenahan diri serta mengupayakan adanya akses publik terhadap informasi-informasi di pengadilan.

Adapun Informasi yang perlu diminta oleh masyarakat sesuai dengan SK MA No. 144/2007 yaitu :

v Informasi tertentu mengenai perkara,
v Informasi tertentu mengenai kegiatan pengawasan internal terhadap hakim dan pegawai pengadilan
v Informasi yang berkaitan dengan organisasi, administrasi, kepegawaian dan keuangan pengadilan
v Informasi mengenai jumblah serta tanda bukti pengeluaran atau pengunaan uang perkara, bagi pihak-pihak yang berperkara
v Informasi yang selama ini sudah bisa diakses melalui publikasi pengadilan

Namun yang perlu kita kritisi adalah soal sanksi yang diberikan kepada pegawai pengadilan, apabila memberikan informasi yang salah ( lihat pasal 34 yang berbunyi : ” Informasi mengenai putusan atau penetapan pengadilan yang dengan sengaja membuat informasi yang tidak benar atau dengan sengaja menghalangi pelaksanaan keputusan ini dijatuhi sanksi administarasi ” )

Nah dalam hal memberikan informasi yang salah tentu akan berimplikasikan terhadap informasi-informasi yang diberikan kepada orang lain, apalagi kalau informasi ini menyangkut sesuatu hal yang sangat penting berkenaan dengan perkara yang di jalaninya. Yang menjadi pertanyaan kita cukupkah sangksi administrasi dikenakan kepada pegawai pengadilan yang telah memberikan informasi palsu ?......

Jumat, 30 Januari 2009

PENGAMANAN WILAYAH ADAT


Berangkat dari potensi ancaman terhadap wilayah masyarakat adat yang sekarang ini semakin gencar dilakukan oleh pihak pemodal apalagi ditambah dengan semakin berkurangnya potensi alam baik itu kayu, tambang dan sumber daya alam lainnya sehingga semakin menambah ancaman terhadap wilayah masyarakat adat yang masih mempunyai kekayaan alam yang berlimpah. Pengamanan wilayah adat merupakan salah satu strategi untuk mengamankan wilayah adat dari ancaman pihak luar maupun pihak dalam sendiri. Pengamanan wilayah ini bisa dilakukan dengan cara penanaman karet dan pembuatan patok batas wilayah.
( yang jelas ada sebuah tanda penguasaan yang dilakukan oleh masyarakat baik itu berupa patot/batas maupun tanam tumbuh diatasnya ).

Diwilayah Kabupaten Kapuas Hulu tepatnya di Kampung Ng. Enap melakukan penancapan patok/batas antara wilayah Ketemenggungan Punan Uheng Kereho dengan Taman Kapus.
Hal ini beranjak dari kesadaran masyarakat Adat akan ancaman terhadap wilayah mereka maka yang terpenting mereka lakukan adalah bagimana mereka menguasai wilayah dan memberikan tanda-tanda bahwa mereka telah menguasai wilayah tersebut.

Proses awal yang mereka lakukan adalah diskusi untuk mempertegas mengenai tata batas antara wilayah Ketemenggungan Punan dengan Taman, dalam diskusi ini dihadiri oleh para pengurus adat di dua wilayah Ketemenggungan, sehingga menghasilkan kesepakatan bersama mengenai batas wilayah kemudian mereka menandatanggani berita acara kesepakatan batas wilayah tersebut setelah itu baru dilakukan upacara adat ditempat penancapan patok pertama , supaya apa yang telah disepakati bersama tetap dipegang teguh sampai kepada keturunan berikutnya.

Dari cerita diatas menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat adat lain, dalam upaya mengamankan wilayah adat nya dari ancaman pihak luar .

Senin, 28 April 2008

MARI LAWAN KORUPSI


Korupsi saat ini menjadi perbincangan yang hangat baik itu lewat media cetak maupun media elektronik, apalagi setelah tumbangnya rejim orde baru, sehingga perang terhadap yang namanya penyakit korupsi sangat gencar dilakukan.
KPK yang diamanatkan untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia sudah mulai menunjukan kinerjanya, dimana tertangkap tangannya jaksa kasus BLBI, Urip Tri Gunawan, dengan dugaan menerima suap sekitar Rp 6 miliar, sehingga membuka Tabir gelap kasus BLBI.
Mengingat pentingnya keterlibatan masyarakat untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi maka KPK mengadakan Workshop satu hari di Hotel Kapuas Palace, pada tanggal 13 Maret 2008 dengan pesertanya kurang lebih 60 orang yang terdiri dari para NGO/LSM, mahasiswa dan masyarakat di Pontianak. workshop yang bertemakan “ peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana Korupsi” ini dilaksanakan sesuai dengan amanat pasal 41 UU no. 31 tahun 1999 .

Dalam proses diskusi, workshop ini diawali dengan presentasi oleh Bpk. Bibit B Rianto yang membahas mengenai bagaimana peran serta masayarakat dalam pemberantasan korupsi, disamping itu juga menjelaskan tugas dan kewenangan KPK sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2002. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi Ke dua yaitu Adnan Topan Husodo dari ICW, dimana ia memaparkan mengenai pengalaman-pengalaman yang mereka alami ketika melakukan proses penuntutan kasus-kasus tindak pidana korupsi.
Disesi ketiga khusus untuk membahas mengenai tata cara pengaduan apabila masayarakat melihat temuan-temuan indikasi korupsi, sesi ini juga memberikan salah satu contoh kasus, sehingga para peserta biasa memahami materi serta menganalisa contoh kasus tersebut.
Menurut Data Komisi Pemberantasan Korupsi per 29 Febuari 2008 diKalimantan Barat ada 409 kasus. yang telah dilaporkan ke KPK

Diakhir dari Workshop ini peserta diberikan sebuah tata cara pengaduan apabila menemukan hal-hal dilapangan mengenai adanya indikasi korupsi , misalnya syarat-syaratnya syarat pengaduan :
Ø Tertulis
Ø Identitas pelapor jelas
Ø Informasi dugaan Tindak Pidana Korupsi
Ø Menjelaskan Siapa, Melakukan apa, Kapan, Dimana, Mengapa, dan bagaimana
Ø Informasi nilai kerugian Negara/penyuapan/pemerasan/pengelapan
Ø Dilengkapi bahan bukti yang mendukung/ menjelaskan adanya TPK ( dokumen tertulis , gambar , rekaman dan lain-lain )
Ø Dilengkapi dengan data dan sumber informasi untuk pendalaman
Ø Informasi penangganan kasus oleh penegak hukum /lenbaga pengawasan ( jika ada )
Ø Laporan /pengaduan tidak dipublikasikan.

memang dari apa yang disampaikan ini menjadi sebuah pembelajaran penting bagi peserta workshop karena pengalaman-pengalaman yang diceritakan ini menjadi salah satu kekuatan bersama untuk memerangi korupsi di negeri ini, khususnya di Kalimantan Barat.